Rabu, 12 Desember 2012

KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI PRODUKSI BERSIH DI INDONESIA UNTUK MENGURANGI PENCEMARAN LINGKUNGAN


Latar belakang dan alasan perlunya implementasi Produksi Bersih Di Indonesia

Indonesia merupakan negara berkembang dengan kegiatan ekonomi yang terus meningkat, hal ini bisa dilihat dari jumlah industri yang ada di Indonesia yang terus bertambah. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2001, jumlah perusahaan industri dari berbagai sub sektor mencapai 21.396, kemudian pada tahun 2009 diperkirakan meningkat menjadi 25.077 unit perusahaan. Dengan kemajuan industri tersebut, salah satu dampak yang dapat dirasakan saat ini adalah makin meningkatnya pencemaran akibat kegiatan industri. Namun demikian sumber pencemaran tidak hanya berasal dari sektor formal seperti industri, tetapi bisa juga dari sektor non formal, yang justru dari sisi pengelolaannya lebih sulit karena tidak ada mekanisme pemantauan dan pengelolaan efektif untuk diterapkan, karena menyangkut pola hidup dari masyarakat, misalnya sub sektor rumah tangga, pertanian dan transportasi.

UU No. 32 Tahun 2009 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Selain itu juga dinyatakan bahwa pembangunan ekonomi nasional yang dilaksanakan harus menggunakan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, dengan memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup, serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan. Pembangunan yang berkelanjutan dapat dilakukan dengan mendorong implementasi dari semua tahapan kegiatan yang bertujuan meningkatkan efisiensi energi, air dan bahan baku, serta meminimalisasi limbah yang dihasilkan dan teremisikannya kontaminan ke media alam, dengan demikian produk ataupun jasa yang dihasilkan dapat menjaga kualitas lingkungan sebagaimana yang diperlukan masyarakat. Saat ini sumber daya alam di Indonesia makin berkurang karena pemanfaatan yang kurang bijak, oleh karena itu perlu dilakukan program penghematan sumber daya, baik sumber daya alam dan energi, terbarukan dan tidak terbarukan.

Dalam suatu kegiatan industri dihasilkan limbah produksi yang berupa limbah cair, padat maupun limbah dalam bentuk uap atau gas yang teremisikan ke udara. Selain itu juga untuk menghasilkan output berupa produk diperlukan input yang berupa bahan baku, bahan pendorong maupun sumber daya. Sumber daya yang digunakan bisa berupa air, panas, atau listrik.

Jumlah limbah yang dihasilkan juga tergantung dari jumlah produksi yang dihasilkan, misalnya untuk industri ikan dan makanan laut, limbah cair yang dihasilkan bisa mencapai 79 m3 sampai 500 m3 per hari, sedangkan untuk industri pengolahan crumb rubber, limbah air yang dihasilkan antara 100 – 200- m3 per hari.

Limbah padat bisa berupa padatan, lumpur atau bubur yang berasal dari sisa pengolahan. Jenis limbah ini ada yang bisa didaur ulang dan ada yang tidak bisa dimanfaatkan lagi. Untuk limbah padat yang sudah tidak punya nilai ekonomi, harus dikelola dengan baik, dan tentunya memerlukan perlakuan khusus, misalnya ditimbun pada suatu tempat, diolah kembali kemudian dibakar atau dibuang. Namun tidak semua limbah padat dapat diperlakukan seperti itu, karena ada limbah padat yang tidak mudah terbakar dan juga tidak mudah busuk. Selain itu ada juga limbah yang bersifat radioaktif. Di Indonesia, komposisi limbah berubah secara gradual sepanjang waktu. Pada tahun 2001, komposisi limbah padat berupa sampah 65%, rubbish 13% dan plastik 11%. Pada tahun 2007, sampah menurun hingga 50% dan bahan plastik meningkat 15%. Rata-rata harian produksi limbah padat di sepuluh kota besar di Indonesia pada tahun 2007 adalah Jakarta 28.196,7 m3, Surabaya 9.560 m, Bandung 7.500 m3, Medan 4.985 m3, Makassar 3.661,8m3, Palembang 5.100 m3, Semarang 4.500 m3, Tangerang 3.367 m3, Bekasi 2.790 m3, dan Depok 3.764 m3. Diperkirakan bahwa total produksi limbah padat di 170 kota dan kabupaten di Indonesia pada tahun 2007 mencapai angka 45.764.364,30 m3 per tahun atau setara dengan 11.441.091,08 ton per tahun. Potensi gas Metana (CH4) yang diproduksi dari total produksi limbah padat sebesar 517.366.138,15 Gg per tahun atau setara dengan 517.366,14 ton per tahun. Kurang lebih 41% limbah padat diangkut dan dibuat ke lokasi pembuangan akhir. Sekitar 36% limbah padat diperlakukan dengan pembakaran, sedangkan 8% ditimbun, dan 1% didaur ulang dan diperlakukan sebagai kompos, dan 14% dibuang dimana saja, seperti sungai, lahan terbuka, jalanan, dll. Berdasarkan data yang diperoleh program Adipura Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2007, hampir semua kota yang disurvey menggunakan metode open dumping untuk perlakuan akhir limbah padat (99,7%).

Zat pencemar yang teremisikan ke udara bisa berupa partikel maupun gas. Gas-gas yang dapat menjadi pencemar antara lain SO2, NOx, CO, CO2, hidrokarbon, asap pembakaram, asbes, semen, uap air dll. Pencemaran yang ditimbulkan tergantung jenis limbah, volume dan lamanya berada di udara. Jangkauannya juga luas karena faktor cuaca dan iklim juga turut berperan, dan akibatnya dapat terjadi deposisi asam.

Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah jenis limbah yang harus mendapat perhatian ekstra dalam pengelolaannya. Kandungan kimia yang berbahaya yang terdapat didalam limbah tersebut berpotensi memberikan dampak merugikan bagi masyarakat, misalnya dapat menyebabkan kanker ataupun penyakit berbahaya lain. Di Indonesia, volume limbah berbahaya dan beracun pada tahun 2007 sebesar 3.023.585,37 ton, terutama mengandung fuel sludge, coal ashes, treatment sludge, steel slug, copper slag, oli bekas, waste water rags, sludge scale dan baterai bekas. Hanya sekitar 10%  dari limbah yang sudah dikelola sebesar 31.910.935 ton pada tahun 2007. Jumlah 2.464.780.543 ton limbah sudah dikelola melalui program 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Namun, sejumlah besar limbah berbahaya dan beracun tidak dikelola dengan semestinya. Limbah tersebut dibuang ke badan sungai atau lahan terbuka (167.559.573.715 ton). Industri pertambangan adalah salah satu yang memberikan kontribusi sangat besar limbah berbahaya dan beracun di Indonesia. Pada tahun 2007, industri pertambangan menghasilkan limbah berbahaya dan beracun berupa fuel sludge dengan jumlah 329,13 ton, aki bekas 183,6 ton, material terkontaminasi minyak 914,02 ton, dan oli bekas 19.471.604,5 liter. Banyak limbah yang diproduksi oleh sektor pertambangan, energi, dan minyak yang berada di Jawa dan Sumatera.

Transportasi, terutama di kota besar merupakan salah satu sub sektor yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pencemaran udara, karena kandungan gas yang diemisikan dari kendaraan baik pesawat udara, kapal laut, kereta api maupun kendaraan bermotor. Kontribusi gas buang kendaraan bermotor di kota besar mencapai 6-70%, sementara kontribusi gas buang dari cerobong asap industri hanya berkisar antara 10-15%. Selain menjadi sumber pencemar udara, sektor transportasi juga mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sumber daya alam berupa bahan bakar fosil, bahan bakar inilah yang menjadi penyebab gas buang yang teremisi ke udara karena mengeluarkan senyawa seperti CO, TSP, NOx, SOx, dll.

Salah satu strategi merealisasikan pembangunan berkelanjutan seperti yang disampaikan di atas adalah melalui pengembangan dan menerapkan prinsip-prinsip Produksi Bersih.

Komitmen dan Kebijakan Nasional Terkait Dengan Penerapan Produksi Bersih Di Indonesia

Untuk mewujudkan target pengurangan emisi limbah di Indonesia, Pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan berbagai kebijakan dan peraturan yang mewajibkan setiap kegiatan usaha melakukan upaya pencegahan dan pengelolaan limbahnya, antara lain:
  • UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
  • PP No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara
  • Permenlh No. 31 Tahun 2009 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan, Ekolabel, Produksi Bersih, dan Teknologi Berwawasan Lingkungan di Daerah
  • Permenlh No. 35 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Halon
  • Permenlh No. 23 Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Pencegahan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Pertambangan Emas Rakyat
  • Permenlh No. 2 Tahun 2008 Tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
  • Kepmenlh No.111 Tahun 2003 Tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perijinan Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air/Atau Sumber Air

·      Berbagai peraturan yang mengatur nilai ambang batas atau baku mutu pencemaran yang menjadi acuan bagi para pelaku usaha untuk mengelola limbah yang dihasilkannya.

Produksi bersih merupakan salah satu upaya pencegahan terjadinya limbah yang dikembangkan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) mulai tahun 1993. Pada tahun 1995, Pemerintah Indonesia telah mencanangkan Komitmen Nasional Penerapan Produksi Bersih, dan sampai saat ini penerapan produksi bersih sudah dilakukan di beberapa kegiatan, seperti tekstil, penyamakan kulit, kelapa sawit, electroplating, karet, tapioka, gula, perhotelan dan perkotaan.

Dalam upaya meningkatkan penerapan Produksi Bersih di tingkat nasional, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang tertuang dalam rencana jangka menengah dan jangka panjang, sebagai berikut:
  1. Melibatkan dan mengikutsertakan seluruh pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengembangan Produksi Bersih untuk mengharmonisasikan setiap persepsi dan pendekatan pelaksanaan produksi bersih dengan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan selama ini. Harmonisasi ini harus mendorong perubahan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan dimana pelaksanaannya harus secara terus menerus sesuai dengan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi.
  2. Meningkatkan pemahaman konsep Produksi Bersih agar dapat diimplementasikan oleh seluruh pihak yang berkepentingan baik secara individu, kelompok maupun institusi sehingga dapat merancang suatu mekanisme kontrol peraturan yang saling menguntungkan (win-win solution).
  3. Pemerintah menyediakan dukungan sarana dan prasarana baik fisik (pilot project, tenaga ahli, informasi, dll) maupun nonfisik (peraturan, kebijakan, dll) untuk mengimplementasikan dan mengembangkan Produksi Bersih untuk mencapai konsensus nasional dalam mecari solusi terbaik bagi penaatan dan penangan masalah-masalah lingkungan hidup.
  4. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia dan Peranserta masyarakat di tingkat sektoral dan daerah.
  5. Melaksanakan Program Produksi Bersih secara holistik, komprehensif, terintegrasi dan berkesinambungan dalam upaya pengelolaan lingkungan sehingga berjalan sinergis dengan aspek ekonomi dan sosial.
  6. Mendorong perubahan perilaku masyarakat untuk menghasilkan dan menggunakan produk-produk dan jasa-jasa yang ramah lingkungan (green producers and consumers).
 Untuk mendorong penerapan produksi bersih dalam upaya mewujudukan pembangunan yang berkelanjutan, ada beberapa strategi yang dilaksanakan, yaitu :
  1. Mensosialisasikan dan mempromosikan konsep Produksi Bersih kepada stakeholders;
  2. Menerapkan analisis daur hidup produk pada semua sektor;
  3. Memfasilitasi kemitraan dalam penerapan produksi bersih diantara stakeholders;
  4. Meningkatkan kerjasama dengan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan produksi bersih
  5. baik di forum nasional maupun internasional;
  6. Meningkatkan pertukaran informasi dan mengembangkan jejaring kerja dengan seluruh stakeholders;
  7. Menyelenggarakan pelatihan, seminar, lokakarya yang berhubungan dengan Produksi Bersih;
  8. Mengkaji, mengembangkan dan menerapkan Produksi Bersih secara terus menerus melalui koordinasi, komunikasi, benchmarking, edukasi dan diseminasi informasi pada seluruh aktivitas di semua sektor serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
  9. Menciptakan program bersama yang melibatkan seluruh stakeholders dalam rangka penerapan Produksi Bersih.
 Untuk mendorong implementasi dari produksi bersih di semua sektor kegiatan, Kementerian Lingkungan Hidup sudah membentuk Pusat Produksi Bersih Nasional (PPBN), dengan fungsi sebagai berikut :
  1. Menampung semua informasi mengenai Produksi Bersih, dari sisi kebijakan, pelaksanaan, status kemajuan, penerapan PB di industri, yang bertujuan untuk transfer teknologi bersih    Menjadi akses bagi para industri yang ingin mengaplikasikan PB dan pihak-pihak lain yang akan melakukan kajian PB
  2. Menjadi media untuk tukar informasi dan dialog kebijakan penerapan PB
  3. Mendorong dan memotivasi seluruh sektor industri untuk mengaplikasikan PB sehingga dapat menjadi wadah untuk menyamakan persepsi antara pemerintah, industri, akademisi, Ornop, dll dalam melakukan pengelolaan lingkungan
  4. Menjadi salah satu wadah pemberian insentif bagi industri-industri yang telah menerapkan PB dan benchmarking
  5. Menjadi sarana untuk pelatihan
  6. Menjadi katalisator pertumbuhan lembaga-lembaga jasa PB
Adanya PPBN diharapkan tercipta suatu sistem kerja untuk mekanisme PB antar unit/sektor yang terkoordinasi, terintegrasi dan sinergis. Secara sektoral, kebijakan pencegahan pencemaran melalui produksi bersih juga telah dikembangkan, yaitu :

1.      Kementerian Lingkungan Hidup
  • Penyusunan Pedoman Teknis Penerapan Produksi Bersih untuk industri tekstil, kulit, kelapa sawit, electroplating, karet, tapioka, gula, hotel dan perkotaan
  • Penyusunan Pedoman Teknis Penerapan Produksi Bersih melalui Chemical Management dan Good House Keeping
  • Implementasi Produksi Bersih melalui pilot project pada industri tekstil, kelapa sawit, kulit dan lingkungan industri kecil
  • Implementasi Produksi Bersih melalui konsultasi dan bimbingan teknis pada kurang lebih 500 industri, antara lain: automotive, agrobisnis, electroplating, tekstil, kulit, karet, CPO, gula, dll.
  • Pelatihan Produksi Bersih, Good House Keeping, Chemical Management, Life Cycle Analysis
2.      Departemen Pertanian
  • Mengembangkan penggunaan pupuk organik pada on-farm dan off-farm
  • Mengurangi pemakaian pupuk kimia dan pestisida
  • Mencanangkan "Go Organic 2010"
3.      Departemen Perhubungan
  • Mendorong penggunaan bensin tanpa timbal
  • Meningkatkan pengujian tipe maupun berkala kendaraan bermotor
  • Mendorong penggunaan bahan bakar alternatif untuk kendaraan bermotor seperti: BBG, elpiji dan biodesel
  • Mengadopsi standar Eropa untuk pengujian emisi secara bertahap
  • Mengajukan usulan pengurangan bea masuk atau pajak bagi kendaraan yang ramah lingkungan
  • Menerapkan penggunaan angkutan massal
4.      Departemen Energi Sumber Daya Mineral
  • Mempersyaratkan penerapan Produksi Bersih pada setiap kontrak karya di bidang pertambangan
  • Mempromosikan pengembangan pertambangan ramah lingkungan
  • Meminimisasi kerusakan bentang alam dan pemulihan perubahan bentang alam agar  lebih bermanfaat
5.      Departemen Perindustrian dan Perdagangan
  • Mengharmonisasikan Produksi Bersih pada peraturan dibidang perindustrian dan perdagangan
  • Mengupayakan substitusi pemakaian bahan kimia yang bersifat berbahaya dan beracun
  • Pemberian insentif berupa penghargaan bagi industri-industri yang telah menerapkan Produksi Bersih
  • Mengembangkan proses produksi ramah lingkungan
6.      Kementerian Pariwisata
  • Meningkatkan effisiensi pada fasilitas-fasilitas wisata
  • Mengembangkan konsep wisata-lingkungan (eco-tourism)
  • Meningkatkan penghematan pemakaian air, bahan-bahan pembersih, listrik dan utilitas lainnya pada fasilitas-fasilitas wisata
Insentif dan Kendala Dalam Implementasi Pencegahan Pencemaran Melalui Produksi
Bersih

Insentif merupakan salah satu perangkat untuk mendorong keberhasilan suatu program. Kementerian Lingkungan Hidup telah mengembangkan instrumen ekonomi yang bertujuan menurunkan tingkat pencemaran/kerusakan melalui insentif (disinsentif) ekonomi kepada pelaku pencemaran/kerusakan. Instrumen ekonomi yang dapat menjadi insentif bagi pelaku usaha yang akan menerapkan produksi bersih dalam kegiatan usahanya adalah :
a)    Pinjaman Lunak Lingkungan
  • Pollution Abatement Equipment - Japan Bank International Cooperation (PAE-JBIC)
  • Industrial Efficiency and Pollution Control-Kreditanstalt fur Wiederaufbau  (IEPC-KfW) Tahap I
  • Industrial Efficiency and Pollution Control-Kreditanstalt fur Wiederaufbau  (IEPC-KfW) Tahap II
  • Pembiayaan investasi lingkungan bagi UMK (Skema DNS)
b)    Program Perlindungan Lapisan Ozon melalui bantuan hibah berupa alih teknologi peralatan yang masih menggunakan bahan perusak ozon (BPO) menjadi non BPO, dan juga bantuan hibah peralatan daur ulang CFC
c)    Pembebasan Bea Impor, terutama untuk peralatan yang digunakan untuk mencegah atau mengurangi pencemaran
d)  CDM (Mekanisme Pembangunan Bersih), dimana upaya perusahaan atau industri di negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui implementasi teknologi bersih GRK yang dihargai dalam bentuk sertifikat yang dapat dijual untuk mendapatkan pendanaan dari negara maju.
e)    Global Environmental Financing (GEF), merupakan skema pendanaan untuk pengelolaan lingkungan, termasuk pencegahan dan penurunan pencemaran/kerusakan lingkungan
f)   Subsidi Kompos, yang diberikan untuk upaya mengurangi limbah organik yang diolah menjadi kompos. Salah satu program yang sudah dilakukan adalah Western Java Environment Management Project (WJEMP))
g)    Dana Alokasi Khusus, diberikan kepada pemerintah daerah untuk tujuan kegiatan tertentu, salah satunya untuk pengelolaan lingkungan di wilayahnya
h)   Peluang pengurangan pajak penghasilan atas biaya pengolahan limbah
            
Contoh pemberian insentif ekonomi untuk pencegahan pencemaran melalui produksi bersih :
  • Pinjaman lunak untuk alih teknologi/peralatan pada industri jamu, industri rumahan pembuatan bumbu, alat daur ulang kertas, mesin bordir, dll
  • Pinjaman lunak untuk peralatan daur ulang tanaman enceng gondok, alat daur ulang plastik, alat daur ulang metal, alat daur ulang batok kelapa, alat daur ulang parafin, mesin daur ulang ban bekas, mesin pengering padi berbahan bakar sekam
  • Pinjaman lunak untuk pembangunan IPAL, kolam aerasi, insinerator, dust collector, mesin pengolah sampah
  • Pinjaman lunak untuk penggantian unit kompresor, unit pendingin udara dan air, serta  unit penghantar panas, yang menggantikan penggunaan pendingin yang merusak ozon dengan bahan pendingin non BPO
  • Pinjaman lunak pemanfaatan kotoran sapi dengan membangun reaktor biogas
  • Bantuan hibah mesin produksi non BPO untuk industri foam dan manufaktur peralatan pendingin
  • Bantuan hibah daur ulang pendingin CFC untuk bengkel servis peralatan pendingin
Namun demikian, upaya penerapan produksi bersih masih menghadapi beberapa kendala, antara lain:
  1. Pengertian Produksi Bersih yang belum sepenuhnya dipahami dengan baik sehingga terkesan kurang menarik karena keuntungan dan kesempatan potensial perbaikan belum diidentifikasi;
  2. Piranti dan insentif keuangan terhadap penerapan Produksi Bersih belum tersebarluaskan;
  3. Kurangnya kebijakan yang mendukung penerapan Produksi Bersih dan pemberian penghargaan bagi perusahaan maupun lembaga yang telah berhasil melaksanakannya;
  4. Ketersediaan dan kemudahan untuk mendapatkan informasi teknologi Produksi Bersih (best practice and best available technology) relatif masih terbatas;
  5. Terbatasnya kapasitas dan pengetahuan tentang Produksi Bersih pada sektor industri, asosiasi, aparat pemerintah, lembaga jasa/konsultan;
  6. Penerapan dan pengembangan Produksi Bersih yang terfokus hanya pada sektor manufaktur;
  7. Belum adanya pengakuan dan penghargaan bagi kegiatan-kegiatan yang telah menerapkan Produksi Bersih.
Keuntungan Dari Pencegahan Polusi Dibandingkan Dengan Pengaturan Polusi

Dengan menerapkan produksi bersih, limbah yang dihasilkan akan diubah tidak hanya bentuknya saja tetapi juga kandungan yang ada didalamnya, karena dapat melalui proses daur ulang, recovery, pemurnian kembali. Dengan pencegahan terjadinya limbah di tiap tahapan produksi akan mengurangi biaya investasi untuk pengolahan dan pembuangan limbah, dengan demikian mengurangi biaya perusahaan dan juga dapat berpengaruh terhadap harga jual produk yang bisa dikurangi karena berkurangnya biaya pengolahan limbah.

Dari penerapan produksi bersih di Indonesia yang sudah dilakukan di beberapa jenis industri, contoh hasil yang diperoleh adalah :
a)    Mengurangi biaya pengolahan limbah
b)   Mengurangi limbah padat. Dari 19 industri yang sudah menerapkan PB dapat mengurangi   limbah padat sebanyak 10.109 ton/bulan. Industri furniture yang sudah menerapkan PB dapat mengurangi limbah padatnya sebanyak 1.050 m3/bulan
c)     Mengurangi beban limbah
·            Dari upaya implementasi PB di 17 industri skala UKM diperoleh pengurangan beban BOD      sebanyak 1.838 ton/bulan.    Sedangkan beban COD berkurang sebanyak 4.158,5 ton/bulan
d)     Meningkatkan pendapatan perusahaan melalui penghematan, misalnya:
No.
Nama Alat
Sebelum
Sesudah
Keuntungan Rp/bln
Bhn Limbah
Nilai Finansial   (Rp)
Bhn Limbah
Nilai Finansial (Rp)
1
Coating Machine Hasil Produksi : 400.000 m/bl
20% x 400.000 =
80.000 mt
=12.800 Kg
BS:Rp14.000/kg
=Rp179.200.000
-
12.800 Kg = 24.600 piece.
Hasil Coating : US$ 1.5/pcs
= US$ 36.900
= 405.900.000
226.700.000
2
Shuttle
Embroidery
159.96 Kg/bln
Rp 1000/Kg
15.96 x Rp1.000
= Rp 159.960
-
159.96 x $ 7
= $ 1.119,72
= 12.316.920
12.156.960
3
Cassaty Machine
Ada 2 mesin
bordeir
menganggur
-
2 Mesin
bordir dapat
bekerja
= 2mc x12 pcs x 15yrd x $2.2
=$792 x 30 hari
=$23.760
=261.360.000

261.360.00
4
Biogas Reactor
46.880 kg
kotoran ternak
per hari
-
-
663 unit reactor
memproduksi 1.629 m3
biogas per hari setara
dengan 650 liter minyak
tanah per hari
650 liter mitan x 30
hari x Rp 9.000,- per
liter =
Rp. 175.500.000,-
663 unit reaktor membuang
ampas yang dapat menjadi
bahan pupuk organik
sebanyak 46.880 kg per hari
46.880 kg kotoran x
30 hari x Rp 25,- =
35.160.000,-

Program Teknologi dan Teknik Pencegahan Yang Diterapkan

Dalam kebijakan nasional Produksi Bersih yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2003, teknik pencegahan pencemaran yang diterapkan dalam PB mencakup 5R (Re-think, Re-use, Reduction, Recovery dan Recycle), sebagai berikut:
1.  Re-think (berpikir kembali), konsep pemikiran yang harus dimiliki oleh tiap pelaku usaha pada saat awal operasional kegiatan, dengan implikasi :
  • Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi yang terjadi pada saat proses maupun terkait dengan produk yang dihasilkan, harus dipahami benar tentang analisis daur hidup produk yang dihasilkannya
  • Upaya produksi bersih harus diikuti dengan perubahan pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak terkait pemerintah, masyarakat maupun pelaku usaha
2.   Reduce (Pengurangan), merupakan upaya untuk mengurangi jenis dan volume limbah yang timbul dari suatu kegiatan usaha. Berbagai cara untuk mereduksi timbulnya limbah antara lain:
  • Tata laksana rumah tangga yang baik (good housekeeping), merupakan usaha yang dilakukan oleh suatu kegiatan usaha untuk menjaga kebersihan lingkungannya dan mencegah terjadi ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta melakukan penanganan limbah yang timbul sebaik mungkin.
  • Segregasi aliran limbah, memisahkan berbagai jenis aliran limbah sesuai dengan jenis komponennya, konsentrasi dan kondisinya, sehingga dapat memudahkan dalam mengurangi volume limbah yang dihasilkan, dengan demikian dapat mengurangi biaya pengolahan limbah. Limbah yang encer lebih mudah dimurnikan karena mengandung kontaminan yang lebih sedikit, sedangkan limbah dengan konsentrasi yang pekat lebih mudah untuk didaur ulang atau direcovery karena konsentrasi aliran tersebut besar.
  •  Preventive maintenance, melakukan pemeliharaan/penggantian sesuai waktu yang dijadwalkan. Dengan jadwal pemeliharaan yang ketat akan mengurangi kemungkinan kerusakan yang cukup parah yang akhirnya akan mengurangi biaya pemeliharaan dan mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan
  • Pengelolaan bahan, merupakan suatu upaya untuk menjaga agar persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran produksi tetapi juga tidak berlebihan jumlahnya sehingga mengurangi penyimpanan yang berpotensi pada kerusakan bahan akibat bahan yang disimpan tidak terpakai sehingga habis masa pakainya. Penyimpanan yang dilakukan juga harus dalam keadaan rapi dan terkontrol.
  • Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik, pelaksanaan proses produksi yang dilakukan dalam kondisi optimum dan pengoperasian alat sesuai dengan manual operasional peralatan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi kehilangan bahan akibat kebocoran dan tumpahan.
  • Modifikasi proses dan/atau alat, melakukan modifikasi peralatan produksi sehingga lebih efisien, dan limbah yang dihasilkan akan semakin berkurang
  • Modifikasi/substitusi bahan, mengganti bahan yang digunakan dengan bahan lain yang mempunyai potensi merusak lingkungan lebih kecil dibanding bahan sebelumnya. Penggantian bahan juga dapat mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan.
  • Pengubahan produk, melakukan perubahan jenis atau desain produk dengan fungsi yang sama, dengan tujuan mengurangi bahan yang digunakan dapat membantu mengurangi jumlah limbah yang keluar dari proses produksi, maupun pada saat pemakaian produk oleh konsumen.
  • Penggunaan teknologi bersih, memilih jenis teknologi yang dianggap bersih atau teknologi yang memberikan peluang pengurangan jenis dan volume limbah dengan efisiensi yang cukup tinggi.
3.  Re-use (penggunaan kembali), merupakan suatu upaya pengurangan limbah melalui penggunaan kembali suatu jenis limbah tanpa perlakuan fisika, kimia atau biologi
4.   Recycle (daur ulang), memanfaatkan limbah dengan memproses kembali limbah tersebut kedalam proses semula dengan perlakuan fisika, kimia dan biologi
5.  Recovery (pengambilan ulang), mengambil kembali bahan atau kandungan bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi, dan menggunakannya kembali ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan fisika, kimia dan biologi

Perangkat dan program yang dikembangkan Pemerintah Indonesia untuk penerapan produksi bersih di Indonesia adalah :
  • Eko-Efisiensi yang menggabungkan metode Good Housekeeping (Tata Kelola yang Apik), Chemical Management (Pengelolaan Bahan Kimia) dan Environmental Oriented Cost Management (Manajemen Biaya berorientasi Lingkungan). Penerapan eko-Efisiensi ini dapat meningkatkan produktivitas,  penghematan biaya, mengurangi dampak lingkungan dan meningkatkan prosedur organisasi serta keselamatan kerja
  • Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan (SML), namun sistem ini masih bersifat sukarela dan tergantung pada komitmen manajemen puncak perusahaan dalam pengelolaan lingkungannya.
  • Environment – Oriented Cost Management (EoCM) atau Manajemen Lingkungan Berbasis Keuntungan (MeLOK) yang bertujuan meningkatkan kemampuan industri untuk mengurangi biaya produksi melalui pengurangan biaya  bahan baku dan energi dalam produksi, mengurangi dampak lingkungan yang merugikan, dan meningkatkan efisiensi organisasi  secara keseluruhan. Contoh perusahaan yang sudah menerapkan MeLOK adalah PT. Indonesia Power UBP Suralaya; PT. International Chemical Industry / Intercallin (Baterei ABC); PT. Indonesia Power UBP Priok; PT. Bando Indonesia (Group Gajah Tunggal) dan PT. Tri Darma Wisesa / TDW (automotive spare part )
  • Monetary Environmental Project Investment Appraisal (MEPIA) bertujuan menghitung efek netto dari biaya dan keuntungan dari berbagai opsi investasi yang tersedia, termasuk kuantifikasi keuntungan lingkungan yang diperoleh dan penghematan biaya yang diperoleh. Adanya indikator finansial jangka panjang dapat membantu perusahaan untuk mempertimbangkan dampak finansial di masa datang yang terimbas dari dampak lingkungan
  • Green Procurement atau Green Purchasing, untuk meminimalkan risiko lingkungan dari suatu produk atau bahan yang digunakan dalam suatu kegiatan industri. Disini berlaku pembagian tanggung jawab dan kesadaran dari pemasok dan pembeli untuk meminimalkan risiko lingkungan dalam produk demi kesinambungan usaha.
  • Pedoman Good Housekeeping untuk beberapa sektor, yang terkait dengan peningkatan efisiensi operasional secara keseluruhan, mulai dari pengelolaan biaya, pengelolaan lingkungan hidup dan perubahan organisasional